Taaruf adalah kegiatan bersilaturahmi,
kalau pada masa ini kita bilang berkenalan bertatap muka, atau main/bertamu ke
rumah seseorang dengan tujuan berkenalan dengan penghuninya. Bisa juga
dikatakan bahwa tujuan dari berkenalan tersebut adalah untuk mencari jodoh.
Taaruf bisa juga dilakukan jika kedua belah pihak keluarga setuju dan tinggal
menunggu keputusan anak untuk bersedia atau tidak untuk dilanjutkan ke jenjang
khitbah - taaruf dengan mempertemukan yang hendak dijodohkan dengan maksud agar
saling mengenal.
Sebagai
sarana yang objektif dalam melakukan pengenalan dan pendekatan, taaruf sangat
berbeda dengan pacaran. Taaruf secara syar`i memang diperintahkan oleh
Rasulullah SAW bagi pasangan yang ingin nikah. Perbedaan hakiki antara pacaran
dengan ta’aruf adalah dari segi tujuan dan manfaat. Jika tujuan pacaran lebih
kepada kenikmatan sesaat, zina, dan maksiat. Taaruf jelas sekali tujuannya
yaitu untuk mengetahui kriteria calon pasangan.
Perbedaan
taaruf dengan pacaran
Dalam pacaran, mengenal dan mengetahui hal-hal tertentu calon pasangan
dilakukan dengan cara yang sama sekali tidak memenuhi kriteria sebuah
pengenalan. Ibarat seorang yang ingin membeli mobil second, tapi tidak
melakukan pemeriksaan, dia cuma memegang atau mengelus mobil itu tanpa pernah
tahu kondisi mesinnya. Bahkan dia tidak menyalakan mesin atau membuka kap
mesinnya. Bagaimana mungkin dia bisa tahu kelemahan dan kelebihan mobil itu.
Sedangkan taaruf adalah seperti seorang montir mobil yang ahli memeriksa mesin,
sistem kemudi, sistem rem, sistem lampu dan elektrik, roda dan sebagainya. Bila
ternyata cocok, maka barulah dia melakukan tawar-menawar. Ketika melakukan
taaruf, seseorang baik pihak pria atau wanita berhak untuk bertanya yang
mendetil, seperti tentang penyakit, kebiasaan buruk dan baik, sifat dan
lainnya. Kedua belah pihak harus jujur dalam menyampaikannya. Karena bila tidak
jujur, bisa berakibat fatal nantinya. Namun secara teknis, untuk melakukan
pengecekan, calon pembeli tidak pernah boleh untuk membawa pergi mobil itu
sendiri.
Proses
taaruf
Dalam upaya
ta’aruf dengan calon pasangan, pihak pria dan wanita dipersilakan menanyakan
apa saja yang kira-kira terkait dengan kepentingan masing-masing nanti selama
mengarungi kehidupan. Tapi tentu saja semua itu harus dilakukan dengan adab dan
etikanya. Tidak boleh dilakukan cuma berdua saja. Harus ada yang mendampingi
dan yang utama adalah wali atau keluarganya. Jadi, taaruf bukanlah bermesraan
berdua, tapi lebih kepada pembicaraan yang bersifat realistis untuk
mempersiapkan sebuah perjalanan panjang berdua.
Tujuan
taaruf
Taaruf adalah media syar`i yang dapat
digunakan untuk melakukan pengenalan terhadap calon pasangan. Sisi yang
dijadikan pengenalan tidak hanya terkait dengan data global, melainkan juga
termasuk hal-hal kecil yang menurut masing-masing pihak cukup penting. Misalnya
masalah kecantikan calon istri, dibolehkan untuk melihat langsung wajahnya
dengan cara yang seksama, bukan cuma sekedar curi-curi pandang atau ngintip
fotonya. Justru Islam telah memerintahkan seorang calon suami untuk mendatangi
calon istrinya secara langsung face to face, bukan melalui media foto,
lukisan atau video.
Karena pada
hakikatnya wajah seorang wanita itu bukan aurat, jadi tidak ada salahnya untuk
dilihat. Khusus dalam kasus taaruf, yang namanya melihat wajah itu bukan cuma
melirik-melirik sekilas, tapi kalau perlu dipelototi dengan seksama. Periksalah
apakah ada jerawat numpang tumbuh di sana. Begitu juga dia boleh meminta
diperlihatkan kedua telapak tangan calon istrinya. Juga bukan melihat sekilas,
tapi melihat dengan seksama. Karena telapak tangan wanita bukanlah termasuk
aurat.
Manfaat
Taaruf
Selain urusan melihat fisik, taaruf juga harus menghasilkan data yang berkaitan
dengan sikap, perilaku, pengalaman, cara kehidupan dan lain-lainnya. Hanya
semua itu harus dilakukan dengan cara yang benar dan dalam koridor syariat
Islam. Minimal harus ditemani orang lain baik dari keluarga calon istri atau
dari calon suami. Sehingga tidak dibenarkan untuk pergi jalan-jalan berdua,
nonton, boncengan, kencan, nge-date dan seterusnya dengan menggunakan
alasan taaruf. Janganlah ta`aruf menjadi pacaran, sehingga tidak terjadi
khalwat dan ikhtilath antara pasangan yang belum jadi suami-istri ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar